BOJONEGORORAYA – Peristiwa keracunan massal dialami ratusan siswa di Kecamatan Kedungadem, Bojonegoro pada Kamis (2/10/2025) pagi, memantik reaksi akademisi Universitas Bojonegoro (Unigoro).
Rektor hingga jajaran dekan universitas kuning itu berkomentar perihal dugaan keracunan dialami ratusan siswa SMAN 1 Kedungadem, MTs Plus Nabawi, serta SDN Tumbrasanom akibat melahap menu Makan Bergizi Gratis (MBG) tersebut.
Rektor Unigoro Tri Astuti Handayani menyebut, orang tua para korban bisa melaporkan peristiwa keracunan massal itu ke kepolisian. Mengingat, ada potensi tindak pidana dalam peristiwa tersebut.
“Unsur pidananya adalah jika terbukti bahwa keracunan disebabkan kelalaian pihak SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi, red),’’ ujarnya, Jumat (3/10/2025).
Doktor hukum itu meneruskan, orang tua para korban juga bisa mengajukan gugatan perdata terhadap SPPG. Petitumnya menuntut ganti rugi atas beban yang timbul akibat kondisi anak-anak mereka.
‘’Misal, beban biaya pengobatan, pemulihan trauma, dan sebagainya,’’ imbuh rektor yang juga advokat senior tersebut.
Dekan Fakultas Ekonomi Unigoro Endang menyampaikan, dugaan keracunan massal akibat menu MBG memiliki implikasi ekonomi serius. Berlawanan dengan tujuan utama program.
Endang mengindikasi adanya kegagalan sistemik dalam implementasi MBG. Menimbulkan eskalasi biaya ekonomi dan risiko fiskal baru. Mengubah investasi gizi menjadi beban pengeluaran mendadak.
‘’Ada peningkatan biaya kesehatan publik untuk mengobati ratusan korban keracunan. Ini berpotensi menyerap anggaran kesehatan yang dialokasikan untuk program preventif atau lainnya,” terangnya.
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unigoro Ahmad Taufiq mengatakan, Pemkab Bojonegoro perlu memperketat pengawalan terhadap MBG. Pastikan MBG berjalan senantiasa sesuai tujuan.
‘’Lakukan monev (monitoring dan evaluasi, red) berkala. Pengawasan harus kolaboratif. Libatkan masyarakat sipil. Bina dan sanksi SPPG yang lalai,’’ jelas mantan jurnalis itu.
Sementara, Dosen Ilmu Lingkungan Unigoro Laily Agustina menerangkan, ada beberapa sebab mengapa menu MBG bisa beracun. Salah satunya, kondisi sanitasi tidak higienis sejak penyimpanan, pengolahan, hingga penyajian.
‘’Kondisi itu dapat menyebabkan makanan terkontaminasi bakteri seperti escherichia coli, salmonella, dan staphylococcus aureus yang bisa menyebabkan keracunan,’’ imbuhnya.
Terakhir, Dosen Psikologi Unigoro Rio Candra Pratama menyebut, ada dampak psikologis yang bisa diidap siswa maupun orang tuanya. Di antaranya, munculnya rasa cemas, khawatir, dan kewaspadaan yang berlebihan.
‘’Hingga kehilangan kepercayaan pada sekolah atau pemerintah,’’ imbuhnya.
Dia menyebut, jika rasa percaya siswa maupun orang tua terhadap sekolah dan pemerintah sudah luntur, itu tentu bukan hal bagus. Pemerintah harus lebih dini merestorasi kepercayaan masyarakat tersebut.
‘’Dorong SPPG mengakui kelalaian atau kesalahannya. Kuatkan komitmen untuk memperbaikinya dengan cara-cara yang bisa diukur dan diamati masyarakat,” pungkasnya. (din/sab)