Misbah Munir Melawan Kesulitan Biaya Kuliah

Kuliah Hampir Drop Out, Raih Sarjana Dibantu Pinjaman Daring Legal

Misbah saat ditemui Kamis (14/11/2024) sore. Menunjukkan tampilan pindar legal yang diakses. Membantunya menyelesaikan skripsi, lulus, hingga wisuda. (Foto: Khorij Zaenal Assrori/Bojonegoro Raya)

Misbah Munir sosok mahasiswa tangguh. Lika-liku kuliah mampu dilewati meski keterbatasan biaya. Hampir drop out pada semester 14 atau akhir.

Namun, akhirnya bisa wisuda bergelar strata satu (S-1) karena pinjaman daring (pindar) legal. Bersaudara dengan pindar, sebuah seni bertahan hidup.

BOJONEGORORAYA – Misbah masih membayangkan toga yang melekat pada badannya pada 27 Juli 2024 lalu. Kelopak matanya tiba-tiba redup. Mendadak wajahnya sayu mengingat prosesi wisuda.

Pemuda asal Desa Ngampal, Kecamatan Sumberrejo, Bojonegoro itu masih terngiang gelar strata satu (S-1) diraihnya. Jatuh bangun melawan keterbatasan biaya kuliah. Mampu dilewati dengan kepala tegap.

‘’Saya hampir drop out pada semester 14. Namun akhirnya bisa wisuda. Bisa menyelesaikan skripsi berkat pindar legal,’ katanya saat ditemui Bojonegoro Raya, Kamis (14/11/2024) sore.

Dia sengaja memilih pindar legal untuk menyelesaikan kuliah di semester buncit itu. Layanan Pendanaan Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau Peer to Peer (P2P) Lending dirasa aman dan ideal.

“Kesulitan biaya skripsi bisa teratasi. Biaya print kertas skripsi yang banyak karena banyak revisi, bisa tertutupi,” tutur alumnus Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya itu.

Pemuda 27 tahun ini mengemukakan, untuk biaya skripsi dia mengakses pindar legal atau fintech lending Lentera Dana Nusatara pada April 2024. Via aplikasi Shopee, fitur Shopee Pinjam.

Duduk di bangku kayu di kedai kopi di Jalan Veteran perkotaan Bojonegoro, Misbah menceritakan, dia lulus di semester akhir dengan perasaan was-was. Pikiran tidak tenang. Terbayang drop out.

Apalagi sejak nonaktif kuliah kala Pandemi Covid-19, Misbah memilih pulang kampung Bojonegoro. Tidak lagi di Surabaya. Mempertimbangkan biaya kost, makan, dan operasional sehari-hari.

Ketika ingin kembali ke Surabaya, Misbah dilema. Jarak rumahnya di Desa Ngampal dengan kampusnya di Jalan Ahmad Yani Surabaya terpaut 106 kilometer. 2,5 jam perjalanan, menurut Google Maps.

Beruntung, April 2024 semangat kembali ke kampus berhembus. Misbah kembali ke Surabaya. Dia nekat. Keterbatasan biaya tidak jadi aral. Misbah pun tiba di Surabaya dengan motor Vario kesayangannya.

Di Surabaya, Misbah mulai intens menyusun skripsi. Tentu butuh biaya lebih. Mulai penelitian, buku, hingga biaya mencetak skripsi. Dihitung, biaya skripsi saat itu mencapai sekitar Rp 900 ribu.

“Total biaya skripsi mencapai sekitar Rp 900 ribu. Hampir Rp 1 juta. Semua itu saya dapat dari meminjam di pindar legal,” ujar Misbah tegar. Tanpa ragu.

Sambil membuka gadget dan mengecek aplikasi fintech lending diaksesnya, Misbah membuka riwayat meminjam pindar legal. Tercacat, Misbah rutin membayar pinjaman hingga akhirnya lunas.

“Saya tidak pernah telat bayar. Takut bunga bertambah. Juli 2024 lunas. Akhir Juli 2024 saya wisuda,” tutur alumnus manajemen pendidikan itu.

Pemuda membuat skripsi berjudul Penguatan Distingsi dalam Pengembangan Kelembagaan di SMA Plus Al-Fatimah Bojonegoro itu meneruskan, kini dia sudah lega. Wisuda sudah. Ijazah S-1 sudah.

“Semua itu selesai karena saya berteman pindar legal ini. Alhamdulillah. Lega sekali,” imbuh pemuda anak bungsu ini.

Misbah mengungkap, dia amat waspada mengakses pindar. Selektif. Melalui gadget, dia mengecek perusahaan pindar di website resmi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengetahui legal dan izin pindar.

Baca Juga :  Jurnalis Bojonegoro Raya Raih Juara 2 Anugerah Jurnalistik Pertamina 2024

“Banyak tawaran dari pindar ilegal. Saya tidak mau. Saya tahu itu tidak aman. Saya cek dulu izin mereka di website resmi OJK,” terangnya.

Adapun, pria penyuka lagu-lagu Denny Cak Nan ini mengaku mengakses pindar legal tidak sejak April 2024 untuk menyelesaikan skripsi. Melainkan, sudah sejak awal Januari 2024 lalu.

Waktu itu, dia ditimpa musibah kecelakaan di Jalan Raya Balen-Sugihwaras, Bojonegoro. Harus mengganti biaya kerusakan motor ditabraknnya Rp 500 ribu. Biaya periksa pengendaranya Rp 100 ribu.

Karena saat kena kecelakaan itu tidak memiliki uang, Misbah pun bingung. Tidak ada angka-angka rupiah di ATM. Tidak ada lembaran-lembaran rupiah berarti di dompetnya.

‘’Akhirnya saya mengakses pindar legal di Shopee. Pakai fitur Shopee Pinjam. Ambil  Rp 1 juta. Itu permulaannya,’’ tutur Misbah.

Mengapa tidak meminjam uang saudara atau orang tua? Menurut Misbah, waktu itu dia butuh uang cepat. Meminjam kerabat belum tentu dapat dengan cepat. Secepat pindar legal.

‘’Selain itu, saya nggak ingin ngerepoti orang lain juga,’’ imbuh pemuda dua bersaudara tersebut.

Berbekal smartphone, meminjam via pindar legal cepat cair. Efisien. Tidak butuh waktu lama. Hanya perlu e-KTP dan foto selfie, pinjaman Rp 1 juta cair. Klunting. Misbah melunasinya selama tiga bulan.

“Per bulan membayar sekitar Rp 370.000. Tidak berat (dengan nilai pembayaran, red). Karena sudah diukur,’’ terangnya.

Pasca pinjam uang di pindar legal untuk tragedi kecelakaan dan biaya skripsi sampai wisuda, Misbah mengatakan, belum lama ini dia meminjam uang di pindar legal lagi. Mengakses Shoppe Pinjam kembali.

Misbah kembali mengakses pindar legal itu untuk pegangan operasional bekerja di Surabaya sebagai karyawan perusahaan media. Total pinjam Rp 3 juta. Baru nyicil satu bulan.

Misbah sadar bunga pinjaman Rp 3 juta itu lumayan. Mengangsur enam bulan. Per bulan Rp 680.000. Namun, pinjaman pindar legal tersebut digunakan untuk keperluan produktif. Jadi, tidak mengapa.

‘’Saya selalu pinjam (ke pindar legal, red) untuk hal produktif. Tidak pernah untuk belanja konsumtif. Apalagi foya-foya,’’ ujarnya.

Misbah mengaku nyaman pinjam di pindar legal. Cairnya begitu cepat. Tidak ribet. Manfaat lainnya, meminjam di pindar legal tidak terdeteksi tetangga. Terhindar dari rasan-rasan.

Selain itu, pindar legal juga aktif mengirim notifikasi via pesan pendek atau telpon terkait jatuh tempo pembayaran. Telat sehari saja ada sudah diingatkan. Nyaman. Terhindar dari kealpaan.

Misbah memastikan, selama meminjam pindar legal tidak pernah memiliki niatan buruk tidak membayar. Baginya, pinjam wajib membayar. Jika tidak, nama bisa masuk black list Bank Indonesia.

Lebih lanjut, Misbah menyebut meminjam di pindar legal adalah sebuah tantangan hidup. Suatu seni dalam menjalani kehidupan era termutakhir ini. Asik. Begitu menantang.

‘’Bagi saya, pinjam pindar ini mengajarkan sebuah seni bertahan hidup,’’ ujarnya menjelang mahrib dan menyudahi obrolan di kedai tersebut.

Hasil Penelitian: Mahasiswa Pilih Pindar Legal

Sebuah penelitian dilakukan Uul Lyatin, mahasiswi magister Universitas Pembangunan Negeri (UPN) Surabaya. Menunjukkan banyak Gen Z mahasiswa banyak mengakses pindar legal.

Penelitian itu berjudul Keputusan Pinjaman Online dengan Pendidikan sebagai Variabel Moderasi Terhadap Generasi Z di Surabaya. Sebuah tesis. Berlangsung pada 2024 dengan 113 responden.

Baca Juga :  Jual Sapi hingga Tanah Demi Umrah, Sebulan Sekitar 300 Warga Bojonegoro Menuju Kakbah

Sebanyak 113 responden itu terdiri 41 laki-laki dan 72 perempuan. Responden berusia 19-29 tahun. Didominasi usia 24 tahun sebanyak 36 responden. Sebanyak 28 responden berusia 25 tahun.

Berdasarkan data responden serupa, diketahui ada dua responden berpendidikan diploma tiga (D-3), sebanyak 94 responden berpendidikan S-1, sisanya sejumlah 17 responden berpendidikan S-2.

‘’Semua responden ini mengakses pindar legal yang berizin OJK resmi,’’ katanya, Jumat (16/11/24) sore.

Menurut Ulya sapaannya, penelitian ini menunjukkan Gen Z mengakses pindar legal karena sudah memahami mekanisme dan kewajiban. Rerata pinjam untuk hal produktif, terutama untuk kuliah.

“Sebaliknya, sangat minim sekali responden memilih pindar legal untuk belanja konsumtif,” imbuhnya.

Itu diketahui dari lima variabel dalam penelitian. Melibuti varianel literasi keuangan, variabel gaya hidup, variabel pendidikan, variabel persepsi risiko, dan variabel keputusan mengambil pindar.

“Responden mengakses pindar legal untuk kebutuhan hidup juga kuliah. Minim sekali untuk hedon,’’ ujar alumnus magister manajemen UPN Surabaya itu.

Menurut Ulya, literasi keuangan dimoderasi dengan pendidikan berpengaruh positif signifikan terhadap keputusan pindar. Literasi keuangan dipengaruhi tingkat pendidikan seseorang.

Hasil penelitian, ungkap dia, sebanyak 72,40 persen responden dipengaruhi literasi keuangan, pendidikan, gaya hidup, dan persepsi risiko. Sebaliknya 27,60 persen dipengaruhi faktor lain.

Ini berarti ketika seseorang memiliki pemahaman keuangan yang baik dan pendidikan tinggi, cenderung bisa membuat kebijakan bijak dalam mengakses pindar. Tidak terjebak pindar ilegal.

‘’Adanya literasi keuangan membuat mereka memahami dalam mengakses aplikasi pindar yang legal dan resmi dari OJK,’’ tutur perempuan asal Tuban ini.

Ulya meneruskan, Gen Z mengakses pindar legal karena proses cepat dan mudah. Persyaratan sederhana seperti e-KTP. Tanpa jaminan lain. Pindar legal juga transparan. Informasi diberkan sangat jelas.

‘’Soal keamanan data. Gen Z ada kekhawitaran. Dengan pindar legal, kekhawatiran itu minim. Hanya saja, bunganya cenderung tinggi,’’ jelasnya.

Fintech Lending Tumbuh, OJK Sarankan Pinjam Pindar Legal

OJK selalu mengawasi perkembangan dan aktivitas pindar. Hingga 29 Oktober 2024 terdapat 97 perusahaan penyelenggara fintech peer-to-peer lending atau fintech lending atau pindar berizin OJK.

Direktur Pengawasan Usaha Pembiayaan Berbasis Teknologi OJK Indra mengatakan, pihaknya sangat getol mengawasi perkembangan dan aktivitas beragam lembaga jasa keuangan. Terutama pindar.

Pengaturan, perizinan, pengawasan, dan penyidikan lembaha jasa keuangan diotoritasi olehnya. Pihaknya, sepanjang 2023 lalu telah menutup sebanyak 2.248 entitas pindar ilegal.

Selama Februari-Maret 2024, OJK melalui Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) mengidentifikasi 537pindar ilegal. Jumlah itu jauh di atas pindar legal 97 entitas.

Adapun, Indra sapaannya mengatakan, Pendanaan di P2P lending banyak berjenis crowdfunding. Artinya banyak pihak yang ikut dalam memberikan pendanaan. Isitilahnya investasi urunan.

Hal tersebut dia katakan saat memberikan materi Workshop Jurnalis: Meningkatkan Literasi Fintech dalam Meliput Pinjaman Daring (Pindar) yang Legal pada Sabtu (9/10/2024) lalu.

Pembiayaan pindar legal ini ditebar pula via marketplace. Terbuka untuk sektor Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), biaya kuliah, hingga sektor permodalan untuk modal kerja pengusaha perempuan.

Indra meneruskan, pertumbuhan industri pindar ini tinggi. Transaksi cepat. Keamanan siber dan teknologi informasi terjamin. Penyelenggara didominasi kaum milenial.

Baca Juga :  Pemeras Berkedok Wartawan

Hanya, menurut Indra, pindar legal ini dibayangi keresahan masyarakat atas pindar ilegal. Ada perbedaan mendasar antara pindar legal dengan ilegal itu. Masyarakat sangat harus tahu.

Indra menyebutkan pindar legal tentu berizin dan diawasi OJK. Ada regulasi seperti bunga dan biaya maksimal 0,3 persen per hari (konsumtif) dan 0,1 persen untuk sektor produktif.

Pemberian pinjaman pindar legal, tandas Indra, juga sangat terukur. Sebab, didahului adanya analisis credit scoring. Segenap karyawan pindar legal pun diharuskan memiliki sertifikasi.

“Sedangkan, pindar ilegal tidak memiliki izin. Bunga dan dendanya tidak terbatas,” imbuh Indra.

Selain itu, pindar ilegal sangat mengkhawatirkan perihal keamanan data.  Karyawan yang menagih tidak tersertifikasi. Pindar ilegal juga tidak membuka layanan pengaduan.

Bergerak Melawan Pindar Ilegal

Berbagai elemen bergerak untuk melawan pindar ilegal. Para penyintas ikut mengedukasi agar lainnya tidak terjerat pindar tidak berizin tersebut serta membahayakan tersebut.

Dwi salah satu warga Lamongan mengaku sudah jera dengan pindar ilegal. Mengganggu. Terus menghubungi nomor HP, bahkan kerap meneror. Mengacam yang bukan-bukan.

Hal itu membuat dia kalut. Pinjam dari satu pindar ilegal ke pindar ilegal lainnya, berusaha menutup pinjaman. Ternyata, cara tersebut semakin menambah denda dan membengkak.

Akhirnya, pemuda sempat kuliah di kampus swasta di Lamongan tersebut kini memilih pindar legal. Lebih tenang. Tidak ada teror. Nihil debt collector (DC) yang menelpon. Hanya, ada notifikasi tagihan.

‘’Sudah saatnya kita bergerak melawan pindar ilegal. Mereka kurang manusiawi,’’ geramnya.

Ichwan salah satu warga perkotaan Bojonegoro juga merasa terganggu karena kerap kali ditelpon dan diteror DC pindar ilegal. Padahal, yang meminjam bukan dia. Melainkan saudaranya.

”Mereka mengganggu. Saya sampai jenuh. Tidak pernah saya angkat telponnya,” keluhmya.

Pergerakan melawan kekacuan pindar ilegal juga disuarakan para pengusaha pindar legal. Hal baik itu salah satunya dilakukan oleh PT Indonesia Fintopia Technology (Easycash).

Perusahaan tersebut berkolaborasi dengan Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) melangsungkan kampanye Hadapi Maraknya Pinjol Ilegal dengan Meningkatkan Literasi Keuangan Digital.

Berdasarkan rilis diterima, literasi keuangan itu perlu dilakukan. Pemerintah juga perlu mengarahkan pemberantasan pindar ilegal sebagai upaya menjaga ketahanan bangsa.

Mengingat, dampak sosial ditimbulkan pindar ilegal amat buruk. Menjerat masyarakat dengan bunga besar. Membuat masyarakat depresi, hilang akal, hingga melakukan hal tidak wajar.

PT AFTECH juga menyelenggarkan event bertajuk Indonesia Fintech Summit&Expo dan Bulan Fintech Nasional 2024 beberapa waktu lalu. Sebuah upaya menyatukan-mengorientasikan para pindar legal.

Director of Marketing, Communication, & Community Development PT AFTECH Abynprima Rizki menyorot antusiasme pelaku industri pindar legal yang berpartisipasi dalam event tersebut.

Pada acara itu, pihaknya melihat semangat tinggi para pelaku usaha fintech dalam memberikan edukasi dan bertukar pengalaman satu sama lain guna menciptakan ekosistem fintech sehat.

Besar harapan, lanjut Rizki sapaannya, inisiatif itu terus mendorong perilaku bisnis yang sehat, pembaruan keamanan digital, serta peningkatan literasi keuangan bagi masyarakat.

“Yang keseluruhannya itu akan mendukung perlindungan konsumen produk dan layanan fintech,” tuturnya. (kza)

Go toTop