Sejumlah muda-mudi Bojonegoro melakukan hal tidak biasa. Mereka mengajak pohon berbicara.
BOJONEGORORAYA — Gadis delapan tahun bernama Simone berbicara dengan pohon di samping rumahnya. Dia meyakini pohon itu mengerti bahasanya. Memahami setiap kalimatnya. Simone lega.
Itu merupakan salah satu adegan film The Tree. Penutup Cannes Film Festival 2010. Disutradarai Julie Bertuccelli. Hasil adaptasi novel Our Father Who Art in the Tree karya Judy Pascoe.
Sabtu (4/10/2025) siang, aksi serupa adegan gadis kecil Simone dalam film The Tree terjadi di Tempat Penimbunan Kayu (TPK) Perhutani turut Desa Sukorejo, perkotaan Bojonegoro.
Sejumlah muda-mudi mengajak pohon-pohon di TPK tersebut untuk berbicara. Seakan, pohon-pohon itu mengerti bahasa manusia. Dapat memahami. Melegakan hati. Betapa melankoli.
Aksi itu bagian dari kegiatan bertajuk Komunikasi dengan Pohon. Inisiatif Bojonegoro Institute, Pandega Perubahan (Pandan), Jurnaba. Diikuti pelajar dan aktivis lingkungan serta seni budaya.
Ketua panitia kegiatan Dian Wisnu Adi Wardhana mengatakan, Komunikasi dengan Pohon merupakan kegiatan ekologis berpendekatan sains, sosial, sekaligus spiritual.
Ekolog dari Pandan itu meneruskan, saat ini ekologi masih terus diorkestrasi secara seremonial. Paling sering, ramai-ramai menanam pohon. Lalu ramai-ramai meninggalkan. Sonder lanjutan.
“Kami berupaya membangun paradigma lebih esensial. Lebih ke menjaga dan memahami peran pohon. Berinteraksi dengan pohon,” ujarnya, Sabtu (4/10/2025).
Syaiful Huda dari Bojonegoro Institute menambahkan, Komunikasi dengan Pohon merupakan upaya menyubjekkan pohon. Itu mengingat, selama ini pohon cenderung dianggap objek saja.
“Mari memperbarui paradigma kita. Pohon itu serupa manusia. Hidup. Punya peran. Meneduhkan hingga menyelamatkan,” imbuh pria karib disapa Awe tersebut.
Dhadang, salah satu seniman yang terlibat dalam kegiatan merasakan, berkomunikasi dengan pohon merupakan bagian dari seni sekaligus laku spiritual dalam menjaga lingkungan.
“Dulu, pohon erat dengan ritus semadi. Saat ini, semadi itu bisa diakomodir sebagai aksi seni yang bertali dengan pelestarian ekologi,” ungkapnya.
Sementara itu, etnograf lingkungan Ahmad Wahyu Rizkiawan yang juga terlibat kegiatan mengatakan, Komunikasi dengan Pohon merupakan kegiatan menarik sekaligus berisi.
Kegiatan itu mengonstelasi pendekatan sains (observasi empiris), sosial (interaksi), serta spiritual (pencarian makna) untuk menjaga, mengakrabi, dan memanusiakan lingkungan.
“Tiga hal tersebut mestinya selalu berjalan satu paket. Namun, selama ini kerap dipisah-pisah bahkan dilupakan modernitas,” tuturnya.
Untuk diketahui, kegiatan Komunikasi dengan Pohon itu turut diisi bedah buku The Hidden Life of Tree karya Peter Wohlleben. Sebelumnya, ada pula meditasi bersama. (sab/kza)