Oleh: Sukir*
Ketua PPNI Bojonegoro dan Kepala Puskesmas Sekar
SEORANG warga mengalami sakit mendadak. Pagi itu, butuh pertolongan medis cepat. Kepala pusing diselimuti demam. Badannya pegal-pegal. Tidak tertahankan.
Dia yang rumahnya jauh dari rumah sakit dan puskesmas, berusaha mendapatkan penanganan segera. Sakit kepala dan demam dialami tubuhnya sungguh menderitakan.
Bergegas warga itu pergi ke perawat di desa. Perawat menerima. Tensi darah warga itu sedang tidak normal. Perawat bergegas mengobati. Juga memberi anjuran agar tensi darah warga itu normal lagi.
Dalam memeriksakan diri ke perawat di desa, warga itu bak silaturahmi. Tidak canggung. Enggak sungkan. Hati warga itu diliputi tenang. Pikiran juga lega mendapat anjuran.
Perawat tersebut juga sama. Tenang. Lega. Dia sudah amat akrab dengan warga desa. Terbiasa membauri para warga yang ngopi di warung kopi. Ikut jagongan. Bercengkrama di tepi Bengawan.
Perawat sadar. Dia garda depan penanganan kesehatan warga. Bertindak dalam darurat sudah biasa. Tidak hanya sakit kepala dan demam, perawat harus cakap menangangi sakit lainnya.
“Kring, Perawat” adalah panggilan takdir. Mulia. Perawat harus ada di setiap desa. Sigap. Siapa warga perlu pertolongan pertama, perawat ada. Perawat hadir. Memberi solusi.
Terkini, insyallah ada perawat di setiap desa penjuru Bojonegoro. Dengan jumlah penduduk lebih 1,3 juta jiwa, tersebar di 419 desa, 11 kelurahan, 1.200 dusun, para perawat bisa menangani.
Adapun, Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Bojonegoro kini beranggotakan 2.517 perawat. Semuanya eksis. Menyebar di seluruh desa dan kelurahan di Bojonegoro.
“Perawat Harus Merakyat”. Itu kredo ditanamkan PPNI Bojonegoro ketika membekali perawat. PPNI Bojonegoro mewajibkan perawat mengabdi masyarakat. Jadi konco plek masyarakat.
Kredo “Perawat Harus Merakyat” wajib melekat di hati para perawat. Sehingga, ketika pulang bekerja dari rumah sakit atau fasilitas kesehatan, perawat tetap siaga untuk masyarakat. Selalu bersiap.
Kini, di Bojonegoro akses layanan kesehatan juga sudah mudah. Bojonegoro bahkan raih predikat Universal Health Coverage (UHC) karena 99 persen masyarakat sudah terkaver BPJS Kesehatan.
Dengan raihan itu, tentu akan menjadi sangsi ketika di Bojonegoro muncul cerita mengisahkan ada warga kesulitan mendapatkan pelayanan medis. Kurang masuk akal. Tidak terbayangkan.
Selain itu, mayoritas pemerintah desa di Bojonegoro memiliki ambulans, mobil sehat, mobil siaga. Itu penunjang mobilitas kala warga butuh penanganan darurat cepat, menuju fasilitas kesehatan.
Pemerintah desa perlu menyinergikan operasional ambulans, mobil sehat, mobil siaga itu dengan peran perawat desa. Selama ini, sinergi itu belum maksimal. Padahal itu penting sekali.
Dengan bersinergi, perawat bisa mengecek dulu kondisi warga sakit peminta layanan ambulans, mobil sehat, mobil siaga. Cukup ditangani di desa atau memang perlu dilarikan, bisa diputuskan akurat.
Hal lain, PPNI Bojonegoro bersyukur banyak perawat sudah berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Itu pemicu perawat semakin cakap melayani masyarakat. Kian semangat.
Ke depan, PPNI Bojonegoro menilai jumlah perawat perlu ditambah lagi. Terutama untuk beberapa desa dengan wilayah luas. Dengan jumlah penduduk yang juga banyak.
Misalnya di Desa Banjarsari, Kecamatan Trucuk, Bojonegoro. Ada 8.587 jiwa di desa itu. Angka penduduk besar. Wilayah desa tepi Bengawan itu luas. Terdiri dari dua dusun lebih.
Alangkah baik jika pemerintah mewajibkan satu dusun ada satu perawat. Supaya sekup pelayanan perawat lebih dekat, lebih memelosok. Warga butuh perawat bisa ditemui dan ditangani lebih cepat.
Anggaran kesehatan Kabupaten Bojonegoro mencapai 19,26 persen dari APBD 2024 atau sebesar Rp 1,1 triliun. Belanja operasional ada Rp 950,7 miliar. Belanja modal tersedia Rp 202,8 miliar.
Anggaran kesehatan 19,26 persen dari APBD itu melebihi aturan minimal ditetapkan untuk pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota, yaitu 10 persen. Sesuai Undang-Undang 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Dengan anggaran senilai tersebut, mewujudkan satu dusun satu perawat tentu tidak menjadi sulit bagi Pemkab Bojonegoro. Anggaran bisa dibagi. Dipertimbangkan. Disesuaikan.
Lebih lanjut, PPNI Bojonegoro amat mengamini pernyataan Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Pemprov Jatim Benny Sampirwanto beberapa waktu lalu.
Tepatnya, dilontarkan dalam Kongres Nasional (KONAS) II Asosiasi Institusi Pendidikan Vokasi Keperawatan Indonesia (AIPViKI) di Hotel Movenpick, Surabaya pada Kamis (9/11/2023).
Dia menyatakan, tantangan ke depan bagi perawat semakin berat. Harus ikut dan mengatensi asosiasi. Wajib mengikuti perkembangan teknologi, seperti IoT dan artificial intelligence (AI).
Sehingga, para perawat akan lebih kompeten. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan oleh perawat semakin bermutu. Masyarakat merasa lebih aman dan sehat. Lebih terbantu. (*/kza)