Ekspedisi Titik Nol Pabrik Bioetanol (3-Habis)

Investor Pabrik Bioetanol Bojonegoro Tunggu Kepastian, Kadin Optimistis, Walhi Ingatkan Dampak Lingkungan

Investor Pabrik Bioetanol Bojonegoro - Bojonegoro Raya
PRODUKTIF: Salah satu petak kawasan hutan RPH Sawitrejo ditanami jagung dan kayu putih. Nampak cukup subur. Petak itu diincar untuk lahan pabrik bioetanol. (Foto: Yusab Alfa Ziqin/Bojonegoro Raya)

BOJONEGORORAYA – Kepastian lahan untuk pendirian pabrik bioetanol di Bojonegoro sedang diproses pemerintah pusat. PT Butonas Petrochemical Indonesia masih menunggu.

Direktur Utama PT Butonas Petrochemical Indonesia Ignatius Tallulembang mengatakan, saat ini tahap awal. Lokasi pasti belum di-dok Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

“Hingga saat ini kami masih menunggu,” ujarnya saat dikonfirmasi Bojonegoro Raya, Senin (9/12/2024) sore.

Ignatius Tallulembang belum bisa menjelaskan detail lahan calon pabrik bioetanol diinvestori pihaknya. Namun, berkomitmen segera berkabar ketika kepastian titik lokasi sudah muncul.

Disinggung terkait PT Butonas Petrochemical Indonesia telah melakukan pemeriksaan lapangan pada 13 Agustus 2024, Ignatius Tallulembang membenarkan. Pemeriksa lapangan merupakan tim.

Pria pernah menjabat Direktur Utama PT Kilang Pertamina Internasional itu juga membenarkan pabrik bioetanolnya direncanakan berdiri di dekat Lapangan Gas Jambaran Tiung Biru (JTB).

“Iya, (betul, red) seperti itu,” tuturnya singkat.

Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bojonegoro Gatot Rianto Prabowo menyambut baik rencana pendirian pabrik bioetanol di Bumi Rajekwesi. Dia berharap megaindustri itu terwujud.

”Itu rencana mulia. Rencana baik. Harapannya terwujud,” ujarnya saat dihubungi Bojonegoro Raya, Selasa (10/12/2024).

Gatot sapaannya mengatakan, keterlibatan warga lokal menjadi keharusan tatkala pabrik bioetanol berdiri dan beroperasi. Itu akan meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar.

“Investasinya bernilai fantastis. Harus ada efek ekonomi bagi masyarakat sekitar,” tandasnya.

Kadin Bojonegoro antusias dengan pendirian pabrik bioetanol berlabel PSN tersebut. Terlebih, itu bukan industri migas yang banyak menyerap tenaga kerja ketika proyek berlangsung.

“Tapi ketika sudah produksi, serapan tenaga kerja (industri migas, red) minim. Hanya butuh pekerja memiliki skill,” imbuhnya.

Model penyerapan tenaga kerja di industri migas dianggap akan berbeda dengan pabrik bioetabol. Sebab, bioetanol merupakan energi terbarukan berbahan nabati jagung, tebu, atau sorgum.

Baca Juga :  Sehat dengan Satu Dusun Satu Perawat

Praktis, pabrik bioetanol akan mengandalkan petani atau pekebun sekitar penanam bahan baku. Hasil pertanian atau perkebunan warga sekitar penanam bahan baku, bisa terbeli.

“Dari situ perekonomian mereka bisa meningkat,” jelas pria asal Kecamatan Gondang, Bojonegoro ini.

Gatot mengungkap, Kadin Bojonegoro juga akan ikut menangkap peluang bidang pertanian bahan baku bioetanol. Pihaknya akan mengkaji lebih lanjut. Hingga melaksanakan studi banding.

AKTIVITAS: Sepasang petani hutan membawa rumput dengan motor, Sabtu (7/12/2024) sore. Melintas di tepi hutan RPH Sawitrejo. (Foto: Yusab Alfa Ziqin/Bojonegoro Raya)

Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Bojonegoro Helmy Elisabeth menilai bagus pabrik bioetanol memunculkan budidaya tanaman bahan baku. Terutama sorgum.

Pabrik bioetanol diikuti budidaya sorgum itu relevan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Bojonegoro 2025-2045 bervisi Bojonegoro Sentra Agroindustri dan Energi Negeri.

Dalam RPJP itu, lanjut Helmy sapaannya, pertanian-perkebunan di Bojonegoro arahnya tidak menggenjot angka produksi komoditas saja. Tapi juga meningkatkan nilai serta variasi komoditas.

DKPP Bojonegoro tentu siap mendukung budidaya sorgum melalui pengalokasian program hingga anggaran. Misal memasifkan penyuluhan dan memberi bantuan benih atau pupuk.

“Prinsipnya, DKPP Bojonegoro pasti akan mendukung jika hal itu menjadi kebijakan pemerintah daerah,” tandasnya.

Lebih lanjut, Helmy mengemukakan, wacana budidaya sorgum era Bupati Bojonegoro Suyoto batal terealisasi. Para petani atau pekebun kurang setuju. Lebih memilih membudidayakan jagung.

“Mereka kurang setuju membudidayakan sorgum karena khawatir tidak ada pasar atau pembeli,” ungkapnya.

Jika ke depan ada offtaker bahkan investor sekelas PT Butonas Petrochemical Indonesia siap membeli sorgum, Helmy optimistis para petani atau pekebun akan setuju membudidayakan sorgum.

Terpisah, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur (Jatim) Wahyu Eka Styawan menyayangkan rencana pendirian pabrik bioetanol di Bojonegoro mendatang.

“Itu sebuah upaya deforestasi,” ujarnya saat dihubungi Bojonegoro Raya, Selasa (10/12/2024) siang.

Baca Juga :  Bahan Baku Bioetanol Berpeluang Sorgum, Belum Pernah Dibudidaya di Bojonegoro

Sebab, pabrik bioetanol Bojonegoro tersebut direncanakan melahap kawasan hutan RPH Sawitrejo, BKPH Clangap, Perhutani KPH Bojonegoro dengan luasan fantastis. Sampai 130 hektare.

“Lebih ideal jika investasi itu menghindari memakan kawasan hutan,” tutur aktivis lingkungan asal Tuban tersebut.

SEPI: Kantor RPH Sawitrejo di Desa Bandungrejo, Kecamatan Ngasem, Bojonegoro. (Foto: Yusab Alfa Ziqin/Bojonegoro Raya)

Sepengamatan dia, saat ini banyak hutan sekarat di Jatim. Pemerintah-investor justru menghabisi hutan tersebut. Sederet dampak negatif akan muncul. Eskalasi bencana alam-lingkungan akan meninggi.

“Rencana pendirian pabrik bioetanol di kawasan hutan itu perlu dikaji ulang. Studi kelayakan diperhatikan,” tandasnya.

Direktur Kandhawa Institute Ahmad Wahyu Rizkiawan mengemukakan hal serupa. Cukup patut disayangkan jika rencana deforestasi demi pabrik bioetanol di Bojonegoro itu akhirnya terwujud.

Perkara investasi ekonomi versus ekologi itu membuktikan betapa penting suatu daerah memiliki kawasan khusus industri. Sehingga, setiap investasi baru sudah ada lokasi khusus serta ideal.

“Investasi pun tidak perlu sampai mengorbankan hutan,” ujarnya kepada Bojonegoro Raya, Selasa (10/12/2024) malam.

Mendatang, lanjut Rizky sapaannya, sudah tugas berbagai pihak untuk memastikan pendirian dan operasi pabrik bioetanol berjalan sesuai aturan lingkungan berlaku. Terutama pemerintah daerah.

“Pihak pabrik wajib menjalankan program perbaikan-pemulihan hutan dan lingkungan sekitar,” tuturnya. (sab/kza)

 

Go toTop